Bank Dunia mencatat pengiriman uang dari Tenaga Kerja Indonesia/TKI ke negara asalnya mencapai US$ 8,9 miliar atau setara Rp118 triliun pada tahun 2016 lalu. Remitansi ini setara dengan 1% dari Produk Domestri Bruto (PDB) Indonesia.
Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo Chaves
mengatakan, angka tersebut terjadi akibat semakin masifnya migrasi TKI dari
Indonesia ke negara-negara seperti Malaysia, Saudi Arabia, dan Cina. Jumlah ini mencerminkan bahwa pendapatan TKI jauh lebih
besar ketika bekerja di luar negeri dibandingkan di dalam negri.
Dari sisi negara persebaran, Malaysia menjadi yang paling
unggul. Sebesar 55% TKI bekerja di Malaysia. Setelahnya, Saudi Arabia 13%, Cina
10%, Hong Kong 6%, Singapura 5%, dan sisanya tersebar di negara-negara lain.
“Saat ini terdapat 9 juta WNI yang bekerja di luar negri.
Rata-rata pekerja imigran memperoleh penghasilan sekitar enam kali lebih tinggi
ketika bekerja di luar negri,” ujar Chaves di acara Indonesian Global Workers:
Juggling Opportunites and Risks, Selasa 28 November 2017.
Sayangnya, lebih dari tiga perempat dari 9 juta TKI adalah
pekerja berketerampilan rendah. Bedasarkan data Bank Dunia, jenis pekerjaan
utama buruh migran Indonesia ada di pembantu rumah tangga sebesar 32%. Selain
itu, pekerja pertanian 19%, pekerja konstruksi 18%, pekerja pabrik 8%, perawat
lansia 6%, pekerja toko/restoran/hotel 4%, sopir 2%, dan pekerja kapal pesiar
0,5%.
Data mencatat, sekitar 55% dari 9 juta TKI bekerja secara non-prosedural.
Artinya, sebagian besar menjadi pekerja dengan dokumen dan jalur-jalur yang
tidak legal. Padahal, jika mereka bekerja secara prosedural, mereka dapat
mengurangi resiko beban kerja yang tidak sesuai sekitar 15%, dan meminimalisir
proses penganiayaan dan pelecehan yang masih kerap terjadi sekitar 12%.
Dengan demikian, pemerintah perlu membenahi pendataan TKI
ini. Caranya adalah dengan menciptakan pemetaan pasar kerja, merampingkan
dokumentasi dan proses pra-keberangkatan, meningkatkan standar perlindungan
pekerja selama berada di luar negri, mempertahankan manfaat dari pengalaman
berimigrasi dan remintansi, hingga meninjau kembali pengaturan kelembagaan dan
menerapkan monitoring serta evaluasi yang lebih baik. Hal ini dapat merubah
pendapatan TKI menjadi lebih transparan dan efisien.
Referensi:
No comments:
Post a Comment